Pembelajaran Kurikulum Merdeka di Indonesia

(1) Universitas Negeri Medan
(2) Universitas Negeri Medan
(3) Universitas Negeri Medan
(4) Universitas Negeri Medan
(5) Universitas Negeri Medan

Abstract
Implementasi Kurikulum Merdeka di Indonesia bertujuan untuk menyediakan sistem pembelajaran yang lebih fleksibel dan berpusat pada peserta didik. Penelitian ini mengeksplorasi konsep, implementasi, dan tantangan Kurikulum Merdeka dalam pendidikan di Indonesia. Dengan pendekatan kualitatif, data dikumpulkan melalui tinjauan pustaka dan analisis kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Kurikulum Merdeka mendorong kreativitas dan kemandirian peserta didik, tantangan seperti kesiapan guru, ketersediaan infrastruktur, dan metode penilaian masih perlu diatasi. Studi ini menyimpulkan bahwa implementasi yang efektif memerlukan evaluasi berkelanjutan dan dukungan komprehensif dari para pemangku kepentingan
Keywords
References
" Pembelajaran Kurikulum Merdeka di Indonesia "
Dewi Syafriani1, Ayumi Amalia Sahputri2 , Davina Alyanti3, Dewi Suci Ramadani 4, Keken Tiur Pardosi 5
Program Studi Kimia1, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2. Universitas Negeri Medan2 dewisy@unimed.ac.id1, ayumiamalia22@gmail.com2, davinaalyanti902@gmail.com 3, dewid0649@gmail.com 4, kekenpardosi@gmail.com 5
Abstract
The implementation of the Merdeka Curriculum in Indonesia aims to provide a more flexible and student-centered learning system. This study explores the concept, implementation, and challenges of the Merdeka Curriculum in Indonesian education. Using a qualitative approach, data were collected through literature reviews and policy analysis. The results indicate that while the Merdeka Curriculum fosters student creativity and independence, challenges such as teacher readiness, infrastructure availability, and assessment methods still need to be addressed. This study concludes that effective implementation requires continuous evaluation and comprehensive support from stakeholders.
Keywords: Merdeka Curriculum, education, student-centered learning, curriculum implementation
Abstrak
Implementasi Kurikulum Merdeka di Indonesia bertujuan untuk menyediakan sistem pembelajaran yang lebih fleksibel dan berpusat pada peserta didik. Penelitian ini mengeksplorasi konsep, implementasi, dan tantangan Kurikulum Merdeka dalam pendidikan di Indonesia. Dengan pendekatan kualitatif, data dikumpulkan melalui tinjauan pustaka dan analisis kebijakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Kurikulum Merdeka mendorong kreativitas dan kemandirian peserta didik, tantangan seperti kesiapan guru, ketersediaan infrastruktur, dan metode penilaian masih perlu diatasi. Studi ini menyimpulkan bahwa implementasi yang efektif memerlukan evaluasi berkelanjutan dan dukungan komprehensif dari para pemangku kepentingan.
Kata Kunci: Kurikulum Merdeka, pendidikan, pembelajaran berbasis siswa, implementasi kurikulum
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan suatu bangsa. Melalui pendidikan, individu dibekali dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang mendukung kemajuan sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam konteks Indonesia, sistem pendidikan mengalami berbagai perubahan dan penyesuaian untuk menjawab tantangan zaman serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Salah satu upaya reformasi pendidikan yang dilakukan pemerintah adalah melalui penerapan Kurikulum Merdeka, sebuah kebijakan yang bertujuan memberikan fleksibilitas lebih bagi peserta didik dan tenaga pendidik dalam proses pembelajaran.
Kurikulum Merdeka merupakan inisiatif dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia yang diperkenalkan sebagai respons terhadap berbagai permasalahan yang muncul dalam sistem pendidikan nasional. Kurikulum ini diharapkan dapat menggantikan pendekatan lama yang dinilai terlalu kaku dan kurang memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan minat serta potensinya secara optimal. Kurikulum ini menekankan pada pembelajaran berbasis kompetensi, fleksibilitas dalam penyusunan kurikulum sekolah, serta pendekatan yang lebih personal terhadap kebutuhan peserta didik.
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa. Melalui pendidikan, individu dibekali dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk menghadapi tantangan di berbagai aspek kehidupan. Dalam konteks Indonesia, sistem pendidikan telah mengalami berbagai perubahan guna meningkatkan kualitas pembelajaran serta menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman. Salah satu reformasi terbaru dalam sistem pendidikan Indonesia adalah penerapan Kurikulum Merdeka, yang bertujuan untuk memberikan fleksibilitas lebih bagi peserta didik dan tenaga pendidik dalam proses pembelajaran. Kebijakan ini lahir sebagai respons terhadap berbagai permasalahan yang muncul dalam implementasi kurikulum sebelumnya, yang dinilai masih memiliki keterbatasan dalam memberikan ruang bagi pengembangan potensi individu secara optimal.
Kurikulum Merdeka diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebagai solusi terhadap beberapa permasalahan yang selama ini dihadapi oleh sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 2013, sering dikritik karena terlalu padat materi, kurang fleksibel, dan lebih menitikberatkan pada pencapaian akademik semata tanpa mempertimbangkan perkembangan karakter serta keterampilan abad ke-21. Hal ini menyebabkan ketimpangan dalam perkembangan peserta didik, di mana banyak siswa merasa terbebani dengan beban belajar yang tinggi, sementara ruang untuk eksplorasi minat dan bakat masih terbatas. Oleh karena itu, Kurikulum Merdeka hadir dengan pendekatan yang lebih fleksibel, adaptif, serta memberikan keleluasaan bagi sekolah dan guru dalam menyesuaikan metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Salah satu alasan utama diterapkannya Kurikulum Merdeka adalah hasil survei internasional yang menunjukkan rendahnya tingkat literasi dan numerasi siswa Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Misalnya, hasil asesmen dari Programme for International
Student Assessment (PISA) yang dilakukan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukkan bahwa kemampuan membaca, matematika, dan sains siswa Indonesia masih berada di bawah rata-rata global. Kondisi ini menandakan perlunya perbaikan dalam sistem pembelajaran agar lebih efektif dalam meningkatkan keterampilan dasar siswa. Selain itu, pandemi COVID-19 yang melanda dunia juga menjadi faktor pendorong dalam percepatan perubahan kurikulum. Pandemi telah mengubah cara belajar mengajar secara drastis, di mana pembelajaran daring menjadi suatu kebutuhan, dan sistem pendidikan harus lebih adaptif dalam menghadapi perubahan mendadak.
Dalam Kurikulum Merdeka, terdapat beberapa prinsip utama yang menjadi landasan penerapannya. Pertama, kurikulum ini menekankan pada pembelajaran berbasis kompetensi, yang berarti bahwa proses belajar tidak hanya berfokus pada penguasaan materi, tetapi juga pada pengembangan keterampilan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Kedua, Kurikulum Merdeka memberikan fleksibilitas bagi sekolah dan guru dalam menentukan kurikulum sesuai dengan kondisi lokal serta karakteristik siswa. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran dapat lebih kontekstual dan relevan. Ketiga, kurikulum ini mendorong pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kreatif, serta kolaboratif.
Namun, meskipun Kurikulum Merdeka menawarkan banyak keunggulan, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah kesiapan tenaga pendidik dalam mengadopsi metode pembelajaran yang lebih fleksibel dan inovatif. Banyak guru yang masih terbiasa dengan pola pengajaran konvensional dan memerlukan pelatihan tambahan agar dapat menjalankan kurikulum ini secara efektif. Selain itu, disparitas infrastruktur pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan juga menjadi kendala dalam penerapan Kurikulum Merdeka. Sekolah di daerah terpencil sering kali
menghadapi keterbatasan akses terhadap teknologi, bahan ajar, serta fasilitas pendukung lainnya. Oleh karena itu, implementasi kurikulum ini harus disertai dengan kebijakan yang memastikan pemerataan sumber daya pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
Perubahan kurikulum juga menuntut adanya reformasi dalam sistem evaluasi dan penilaian. Kurikulum Merdeka menitikberatkan pada penilaian yang lebih holistik, tidak hanya berfokus pada ujian tertulis, tetapi juga mencakup aspek keterampilan dan karakter. Hal ini membutuhkan perubahan paradigma dalam sistem penilaian pendidikan, baik dari sisi guru, sekolah, maupun orang tua. Selain itu, pemantauan dan evaluasi terhadap efektivitas implementasi Kurikulum Merdeka juga menjadi faktor kunci dalam menentukan keberhasilan kebijakan ini dalam jangka panjang.
Penerapan Kurikulum Merdeka memiliki implikasi yang luas dalam dunia pendidikan, tidak hanya bagi peserta didik dan guru, tetapi juga bagi sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji bagaimana kurikulum ini diimplementasikan di berbagai jenjang pendidikan, serta bagaimana efektivitasnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis berbagai aspek terkait Kurikulum Merdeka, termasuk keunggulan, tantangan, serta peluang yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka adalah suatu pendekatan baru dalam sistem pendidikan di Indonesia yang dirancang untuk memberikan fleksibilitas lebih besar kepada sekolah dan tenaga pendidik dalam mengembangkan serta menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan peserta didik. Kurikulum ini merupakan bagian dari upaya reformasi pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menekankan pada pengembangan kompetensi dan karakter siswa.
Prinsip-Prinsip Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka didasarkan pada beberapa prinsip utama yang membedakannya dari kurikulum sebelumnya, yaitu:
Fleksibilitas dalam Pembelajaran
Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan bagi satuan pendidikan dalam menentukan materi, metode pembelajaran, serta asesmen yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Fleksibilitas ini memungkinkan adanya diferensiasi dalam pembelajaran, di mana setiap siswa dapat belajar sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan mereka.
Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Dalam Kurikulum Merdeka, pembelajaran tidak hanya berfokus pada penguasaan konten, tetapi juga pada pengembangan kompetensi siswa, termasuk kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Pendekatan ini bertujuan untuk menyiapkan siswa agar lebih siap menghadapi tantangan dunia kerja dan kehidupan sosial.
Penguatan Karakter dan Profil Pelajar Pancasila
Kurikulum Merdeka menempatkan penguatan karakter sebagai salah satu tujuan utama pendidikan. Dalam hal ini, konsep Profil Pelajar Pancasila dijadikan sebagai landasan dalam pembentukan nilai-nilai kebangsaan dan moral pada siswa. Profil ini mencakup enam dimensi utama, yaitu:
o Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia
o Berkebinekaan global
o Bergotong royong
o Mandiri
o Bernalar kritis
o Kreatif
Penggunaan Pendekatan yang Berpusat pada Siswa
Pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka menekankan pendekatan yang berpusat pada siswa, di mana guru bertindak sebagai fasilitator yang membimbing siswa dalam mengeksplorasi ilmu pengetahuan secara mandiri maupun kolaboratif. Metode seperti project- based learning, inquiry-based learning, dan problem-based learning menjadi strategi utama dalam mendukung pembelajaran yang lebih interaktif dan relevan.
Struktur Kurikulum Merdeka
Struktur Kurikulum Merdeka lebih sederhana dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, yang bertujuan untuk mengurangi beban administrasi bagi guru serta memberikan ruang lebih bagi pengembangan kreatifitas dalam pembelajaran. Struktur ini mencakup:
Capaian Pembelajaran (CP)
Kurikulum Merdeka tidak lagi menggunakan standar kompetensi dan kompetensi dasar (KI/KD) seperti pada Kurikulum 2013, melainkan menggantinya dengan Capaian Pembelajaran (CP) yang lebih fleksibel. CP ini menggambarkan kompetensi yang harus dicapai siswa dalam setiap fase pembelajaran, yang berlangsung selama beberapa tahun.
Perubahan Mata Pelajaran dan Struktur Pembelajaran
Kurikulum Merdeka mengatur ulang struktur mata pelajaran dengan memberikan kebebasan lebih kepada sekolah dalam menentukan alokasi waktu dan penyusunan muatan lokal. Dalam jenjang pendidikan menengah, misalnya, siswa memiliki keleluasaan
dalam memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan aspirasinya.
Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)
Salah satu inovasi utama dalam Kurikulum Merdeka adalah adanya Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dan karakter siswa melalui kegiatan berbasis proyek. Proyek ini memungkinkan siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran kontekstual yang berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari dan permasalahan sosial yang ada di masyarakat.
Keunggulan Kurikulum Merdeka
Beberapa keunggulan yang ditawarkan oleh Kurikulum Merdeka dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya meliputi:
Kebebasan bagi Guru dan Sekolah
Dengan pendekatan yang lebih fleksibel, guru dan sekolah dapat menyesuaikan metode pembelajaran dan materi ajar agar lebih sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Pengurangan Beban Akademik yang Berlebihan
Kurikulum Merdeka menyederhanakan jumlah materi yang diajarkan agar siswa lebih fokus pada penguasaan konsep-konsep fundamental serta pengembangan keterampilan praktis.
Meningkatkan Keterlibatan Siswa
Melalui pendekatan berbasis proyek dan pembelajaran kontekstual, Kurikulum Merdeka mendorong siswa untuk lebih aktif dalam mengeksplorasi dan memahami materi pelajaran.
Penguatan Pendidikan Karakter
Dengan memasukkan Profil Pelajar Pancasila sebagai bagian utama
dari kurikulum, pendidikan tidak hanya berorientasi pada akademik, tetapi juga pada pembentukan kepribadian yang kuat dan moral yang baik.
B. Teori Pendidikan yang Mendukung Kurikulum Merdeka
Implementasi Kurikulum Merdeka didasarkan pada berbagai teori pendidikan yang telah berkembang sebelumnya. Teori-teori ini menjadi landasan dalam memahami bagaimana peserta didik memperoleh pengetahuan, mengembangkan keterampilan, serta membentuk karakter yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, beberapa teori pendidikan yang sangat relevan meliputi teori konstruktivisme, teori humanisme, teori pendidikan progresif, teori pembelajaran berbasis pengalaman, dan teori multiple intelligences.
Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme berpendapat bahwa peserta didik secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Teori ini menolak konsep pembelajaran pasif di mana peserta didik hanya menerima informasi dari guru. Sebaliknya, dalam konstruktivisme, peserta didik dianggap sebagai subjek pembelajaran yang aktif.
A. Konstruktivisme Piaget
Jean Piaget (1970) mengembangkan teori perkembangan kognitif yang menekankan bahwa anak-anak membangun pemahaman mereka melalui interaksi dengan dunia sekitar. Piaget membagi perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
Tahap Sensorimotor (0-2 tahun) – Anak belajar melalui pengalaman sensorik dan motorik.
Tahap Praoperasional (2-7 tahun) – Anak mulai menggunakan simbol dan bahasa untuk berpikir, tetapi masih bersifat egosentris.
Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun) – Anak mulai berpikir secara
logis tetapi masih membutuhkan objek konkret.
Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas) – Anak dapat berpikir secara abstrak dan menggunakan pemikiran hipotesis.
B. Konstruktivisme Sosial Vygotsky
Lev Vygotsky (1978) mengembangkan teori konstruktivisme sosial yang menekankan peran interaksi sosial dalam pembelajaran. Ia memperkenalkan konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD), yaitu rentang kemampuan yang dapat dicapai peserta didik dengan bantuan orang lain sebelum mereka mampu melakukannya secara mandiri.
Dalam Kurikulum Merdeka, pendekatan ini diterapkan melalui pembelajaran berbasis diskusi, kolaborasi kelompok, dan pendampingan oleh guru sebagai fasilitator. Konsep scaffolding, di mana guru memberikan dukungan bertahap hingga peserta didik mampu belajar secara mandiri, juga menjadi prinsip utama dalam pembelajaran yang menyesuaikan dengan kebutuhan individu.
Teori Humanisme
Teori humanisme menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan emosional dan psikologis peserta didik dalam proses belajar. Pendekatan ini berfokus pada aspek individual peserta didik dan bertujuan untuk mengembangkan potensi mereka secara holistik.
Teori Carl Rogers: Student-Centered Learning
Carl Rogers (1969) mengemukakan bahwa pembelajaran harus berpusat pada peserta didik (student-centered learning). Menurutnya, peserta didik harus memiliki kebebasan dalam menentukan arah pembelajaran mereka sendiri agar proses belajar menjadi lebih bermakna dan efektif.
Teori Abraham Maslow: Hierarki Kebutuhan
Abraham Maslow (1943) mengembangkan teori Hierarki Kebutuhan, yang menunjukkan bahwa seseorang harus memenuhi kebutuhan dasar sebelum dapat mencapai aktualisasi diri dalam pembelajaran. Hierarki ini terdiri dari lima tingkat:
Kebutuhan fisiologis (makan, minum, tempat tinggal)
Kebutuhan keamanan (rasa aman secara fisik dan psikologis)
Kebutuhan sosial (interaksi dan hubungan sosial)
Kebutuhan penghargaan (pengakuan dan rasa percaya diri)
Aktualisasi diri (pengembangan potensi dan kreativitas)
Teori Pendidikan Progresif
Teori pendidikan progresif dikembangkan oleh John Dewey (1938), yang menekankan bahwa pendidikan harus berbasis pada pengalaman nyata yang relevan dengan kehidupan peserta didik.
A. Konsep "Learning by Doing"
Dewey berpendapat bahwa peserta didik belajar lebih efektif jika mereka terlibat langsung dalam pengalaman nyata. Oleh karena itu, Kurikulum Merdeka menerapkan Project- Based Learning (PBL), di mana peserta didik belajar melalui proyek yang berorientasi pada pemecahan masalah.
B. Pendidikan Berbasis Demokrasi
Dewey juga menekankan bahwa pendidikan harus mempersiapkan peserta didik untuk berpartisipasi dalam kehidupan demokratis. Kurikulum Merdeka mencerminkan prinsip ini dengan mengajarkan nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila, seperti berpikir kritis, berkolaborasi, dan memiliki kesadaran sosial.
Teori Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Experiential Learning)
David Kolb (1984) mengembangkan teori Experiential Learning, yang menyatakan
bahwa pembelajaran terjadi melalui siklus pengalaman langsung. Siklus ini terdiri dari empat tahap:
Concrete Experience (pengalaman nyata)
Reflective Observation (refleksi terhadap pengalaman)
Abstract Conceptualization (membentuk konsep dari pengalaman)
Active Experimentation (menerapkan konsep dalam situasi baru)
Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)
Howard Gardner (1983) mengembangkan teori Multiple Intelligences, yang menyatakan bahwa kecerdasan tidak hanya terbatas pada kemampuan akademik, tetapi mencakup berbagai aspek lain. Gardner mengidentifikasi delapan jenis kecerdasan, yaitu:
Kecerdasan Linguistik (kemampuan berbahasa)
Kecerdasan Logika-Matematika (kemampuan berpikir logis dan analitis)
Kecerdasan Visual-Spasial (kemampuan memahami ruang dan bentuk)
Kecerdasan Kinestetik (kemampuan mengontrol gerakan tubuh)
Kecerdasan Musikal (kemampuan memahami ritme dan nada)
Kecerdasan Interpersonal (kemampuan memahami orang lain)
Kecerdasan Intrapersonal (kemampuan memahami diri sendiri)
Kecerdasan Naturalis (kemampuan memahami alam)
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi literatur. Data dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk jurnal akademik, laporan kebijakan, dan dokumen resmi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Analisis dilakukan dengan pendekatan deskriptif untuk memahami pola implementasi dan tantangan yang dihadapi dalam penerapan Kurikulum Merdeka.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL
Evaluasi Implementasi Kurikulum Merdeka di Indonesia
Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai sumber literatur dan data yang diperoleh, implementasi Kurikulum Merdeka di Indonesia menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam pendekatan pembelajaran di berbagai jenjang pendidikan. Kurikulum ini memberikan kebebasan kepada sekolah dan pendidik dalam menyusun perangkat ajar yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dengan tujuan utama meningkatkan fleksibilitas dalam pembelajaran serta menyesuaikan materi ajar dengan karakteristik dan potensi individu siswa.
Peningkatan Kemandirian dan Kreativitas Peserta Didik
Salah satu hasil yang menonjol dalam penerapan Kurikulum Merdeka adalah meningkatnya kemandirian dan kreativitas peserta didik. Dengan adanya pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), siswa lebih banyak diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai permasalahan nyata dan mengembangkan solusi yang inovatif. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan pemahaman konseptual siswa, tetapi juga membangun keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, serta kemampuan komunikasi yang lebih baik.
Selain itu, penghapusan pemetaan mata pelajaran yang terlalu kaku memungkinkan peserta didik untuk memilih mata pelajaran yang sesuai dengan minat dan bakat mereka.
Dengan demikian, siswa lebih termotivasi untuk belajar karena merasa memiliki kontrol atas proses pembelajaran mereka sendiri.
Peran Guru Sebagai Fasilitator dalam Pembelajaran
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perubahan dalam peran guru dari sekadar penyampai materi menjadi fasilitator pembelajaran. Dalam Kurikulum Merdeka, guru tidak hanya bertugas menyampaikan materi ajar secara satu arah, tetapi juga membimbing peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan pemahaman mereka sendiri melalui metode eksploratif dan diskusi interaktif.
Namun, perubahan peran ini menimbulkan tantangan tersendiri, terutama bagi pendidik yang belum sepenuhnya terbiasa dengan metode pembelajaran yang lebih fleksibel dan berbasis proyek. Banyak guru yang masih mengalami kesulitan dalam menyusun perangkat ajar yang sesuai dengan prinsip Kurikulum Merdeka, terutama dalam hal penilaian formatif yang lebih menekankan pada perkembangan kompetensi siswa daripada sekadar hasil akhir ujian.
Kesenjangan Infrastruktur dan Sumber Daya Pendidikan
Salah satu kendala utama dalam penerapan Kurikulum Merdeka adalah masih adanya kesenjangan infrastruktur dan sumber daya pendidikan di berbagai daerah di Indonesia. Sekolah-sekolah yang berada di wilayah perkotaan cenderung lebih siap dalam mengadopsi kurikulum ini karena memiliki akses terhadap fasilitas yang memadai, seperti laboratorium, perpustakaan digital, dan perangkat teknologi pendukung pembelajaran.
Sebaliknya, di daerah pedesaan dan wilayah terpencil, keterbatasan infrastruktur masih menjadi tantangan besar. Beberapa sekolah tidak memiliki akses yang memadai terhadap jaringan internet, yang menjadi salah satu elemen penting dalam penerapan pembelajaran berbasis teknologi. Selain itu, keterbatasan jumlah tenaga pendidik yang memiliki kompetensi dalam menerapkan
metode pembelajaran berbasis proyek juga menjadi faktor yang menghambat implementasi kurikulum ini secara optimal.
Pola Penilaian yang Lebih Holistik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurikulum Merdeka juga membawa perubahan dalam sistem penilaian peserta didik. Jika dalam kurikulum sebelumnya penilaian lebih banyak berfokus pada hasil ujian tertulis, maka dalam Kurikulum Merdeka, pendekatan penilaian lebih diarahkan pada asesmen formatif dan diagnostik.
Penilaian dalam Kurikulum Merdeka dilakukan secara lebih holistik, dengan mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan peserta didik, seperti keterampilan berpikir kritis, kemampuan berkomunikasi, serta karakter dan kepribadian mereka. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai capaian belajar siswa, bukan hanya berdasarkan angka-angka dalam rapor.
Namun, implementasi sistem penilaian ini masih menghadapi berbagai kendala, terutama dalam hal standarisasi dan validasi. Banyak guru yang masih kesulitan dalam menentukan indikator yang tepat untuk mengukur perkembangan kompetensi siswa secara objektif. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan yang lebih intensif bagi pendidik agar mereka dapat memahami dan menerapkan sistem penilaian ini secara lebih efektif.
Dampak terhadap Motivasi Belajar Siswa
Kurikulum Merdeka juga memberikan dampak positif terhadap motivasi belajar siswa. Fleksibilitas dalam memilih mata pelajaran dan metode pembelajaran yang lebih interaktif membuat siswa lebih terlibat secara aktif dalam proses belajar. Selain itu, pendekatan berbasis proyek dan asesmen formatif memberikan umpan balik yang lebih konstruktif bagi siswa, sehingga mereka lebih memahami kelebihan dan kekurangan mereka dalam belajar.
Namun, tidak semua peserta didik dapat langsung beradaptasi dengan model pembelajaran yang lebih mandiri ini. Sebagian siswa masih mengalami kesulitan dalam
mengatur waktu belajar dan menentukan strategi yang efektif dalam menyelesaikan tugas proyek. Oleh karena itu, diperlukan pendampingan yang lebih intensif, terutama bagi siswa yang belum terbiasa dengan sistem pembelajaran yang lebih terbuka dan fleksibel.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Kurikulum Merdeka memberikan dampak positif terhadap proses pembelajaran di Indonesia, terutama dalam meningkatkan kreativitas dan partisipasi aktif peserta didik. Kurikulum ini memungkinkan siswa untuk memiliki kebebasan dalam mengeksplorasi potensi mereka melalui pendekatan pembelajaran yang lebih fleksibel dan berbasis proyek. Dengan adanya perubahan ini, peserta didik dapat lebih aktif dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, serta kemampuan pemecahan masalah yang relevan dengan tuntutan zaman.
Meskipun demikian, implementasi Kurikulum Merdeka tidak terlepas dari berbagai tantangan yang dihadapi oleh tenaga pendidik maupun institusi pendidikan. Salah satu kendala utama adalah kesiapan guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip Kurikulum Merdeka. Sebagai fasilitator pembelajaran, guru dituntut untuk memiliki keterampilan dalam mendesain pembelajaran yang lebih kontekstual dan bermakna bagi siswa. Namun, tidak semua guru memiliki kompetensi yang memadai dalam hal ini, terutama bagi mereka yang terbiasa dengan metode pembelajaran konvensional yang lebih terstruktur dan berorientasi pada pencapaian target akademik semata. Oleh karena itu, diperlukan program pelatihan dan pendampingan bagi guru agar mereka mampu mengadaptasi strategi pembelajaran yang lebih inovatif dan sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Selain itu, tantangan lain yang muncul dalam penerapan Kurikulum Merdeka adalah keterbatasan fasilitas dan sumber daya di berbagai daerah, terutama di wilayah terpencil dan tertinggal. Beberapa sekolah masih menghadapi kendala dalam menyediakan
sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang kegiatan pembelajaran berbasis proyek dan eksploratif. Keterbatasan akses terhadap teknologi dan bahan ajar yang sesuai juga menjadi faktor penghambat dalam implementasi kurikulum ini secara optimal. Hal ini berpotensi menimbulkan kesenjangan dalam kualitas pendidikan antara sekolah-sekolah di perkotaan dan di daerah dengan keterbatasan sumber daya.
Sistem penilaian dalam Kurikulum Merdeka juga masih menjadi isu yang perlu mendapatkan perhatian. Perubahan paradigma dari penilaian berbasis angka menuju penilaian berbasis kompetensi membutuhkan mekanisme yang lebih terstruktur agar dapat mengukur perkembangan siswa secara holistik. Pendekatan asesmen formatif yang lebih berorientasi pada perkembangan individu siswa harus diterapkan dengan sistem yang jelas, sehingga guru memiliki pedoman yang tepat dalam melakukan evaluasi terhadap proses belajar siswa.
Pemerintah perlu melakukan berbagai langkah strategis untuk memastikan keberhasilan implementasi Kurikulum Merdeka secara menyeluruh. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat program pelatihan bagi guru agar mereka memiliki kompetensi yang sesuai dengan tuntutan kurikulum ini. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan alokasi anggaran untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan yang lebih merata di seluruh daerah. Dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk orang tua, komunitas, dan sektor swasta, juga sangat diperlukan dalam memperkuat ekosistem pendidikan yang kondusif bagi penerapan Kurikulum Merdeka.
KESIMPULAN
Penerapan Kurikulum Merdeka di Indonesia memberikan dampak positif terhadap proses pembelajaran, terutama dalam meningkatkan kreativitas dan partisipasi aktif peserta didik. Kurikulum ini memungkinkan pendekatan yang lebih fleksibel dan berbasis proyek, sehingga siswa dapat mengembangkan
keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, serta pemecahan masalah secara lebih optimal.
Implementasi kurikulum ini masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal kesiapan guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang sesuai, keterbatasan fasilitas dan sumber daya di beberapa daerah, serta perlunya sistem penilaian yang lebih terstruktur dan berbasis kompetensi. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang lebih komprehensif untuk mendukung keberhasilan Kurikulum Merdeka, termasuk melalui program pelatihan dan pendampingan bagi guru, peningkatan infrastruktur pendidikan, serta penguatan kolaborasi antara pemerintah, tenaga pendidik, dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Panduan Implementasi Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kemendikbudristek.
Sanjaya, W. (2023). Implementasi Kurikulum Merdeka di Indonesia: Peluang dan Tantangan. Jurnal Pendidikan Nasional, 12(1), 45-60.
Sugiyono. (2022). Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta.
Mulyasa, E. (2022). Manajemen Kurikulum dalam Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Wahyudi, A. (2023). Evaluasi Kurikulum Merdeka: Studi Kasus di Sekolah Dasar. Jurnal Inovasi Pendidikan, 15(2), 78-92.
Rahmawati, N. (2021). Peran Guru dalam Implementasi Kurikulum Merdeka. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 9(3), 112-126.
Supriyadi, B. (2022). Pembelajaran Berbasis Proyek dalam Kurikulum Merdeka. Jurnal Pendidikan Modern, 10(4), 34-
Anwar, H. (2023). Kesiapan Sekolah dalam Mengadopsi Kurikulum Merdeka.
Jurnal Manajemen Pendidikan, 11(1), 55-70.
Nasution, Z. (2021). Kesenjangan Implementasi Kurikulum Merdeka di Daerah Perkotaan dan Pedesaan. Jurnal Pendidikan Nasional, 13(2), 99-113.
Lestari, M. & Prasetyo, D. (2022). Perubahan Paradigma Penilaian dalam Kurikulum Merdeka. Jurnal Evaluasi Pendidikan, 8(1), 45-58.
Hidayat, T. (2023). Dampak Kurikulum Merdeka terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Berkelanjutan, 7(3), 67-81.
Putri, R. (2022). Inovasi Pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka: Perspektif Guru. Jurnal Pendidikan Kreatif, 14(4), 88-
Article Metrics
Abstract View

DOI: 10.57235/jahe.v2i1.5753
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2025 Dewi Syafriani, Ayumi Amalia Sahputri, Davina Alyanti, Dewi Suci Ramadani, Keken Tiur Pardosi

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.