Perlindungan Hak Anak Perempuan Kekerasan Seksual di Kota Pekanbaru Berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

(1) Universitas Lancang Kuning
(2) Universitas Lancang Kuning
(3) Universitas Lancang Kuning

Abstract
Perlindungan hak anak kekerasan seksual dalam konteks ini mencakup berbagai tindakan yang harus dilakukan oleh negara, masyarakat, dan keluarga untuk melindungi anak perempuan dari segala bentuk kekerasan seksual. Dengan semakin meningkatnya jumlah kasus kekerasan seksual di Kota Pekanbaru khususnya yang menargetkan anak perempuan sebagai sasaran empuk karena kelemahan mereka, mendorong dilakukannya penelitian ini. Anak sebagai Korban kekerasan seksual harus dilindungi undang-undang dan dapat menggunakan hak-haknya. Namun korban tidak berhasil memperoleh hak-hak tersebut. Akibat penderitaan yang dialami korban, rasa sakit, teror, trauma jangka panjang, dan dampak buruk lainnya pasca kekerasan seksual. Tidak seorang pun boleh meninggalkan seorang korban, apalagi orang yang menjadi korban, untuk memperjuangkan apa yang terjadi pada mereka. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis Perlindungan Hak anak perempuan kekerasan seksual anak perempuan Di Kota Pekanbaru berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dan untuk menganalisis hambatan dan upaya Perlindungan Hak anak perempuan kekerasan seksual terhadap anak perempuan Di Kota Pekanbaru berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual. Metode penelitian yang digunakan adalah Hukum sosiologi dengan teknik wawancara. Adapun hasil dari penelitian ini adalah Perlindungan hak anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual merupakan tanggung jawab yang harus diemban oleh negara, masyarakat, dan keluarga. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, perlindungan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari hak untuk mendapatkan rehabilitasi psikologis dan medis, perlindungan fisik, hingga akses keadilan yang sensitif terhadap kebutuhan anak serta hak mendapatkan restitusi. Meskipun undang-undang ini memberikan kerangka hukum yang jelas, dalam praktiknya, banyak anak perempuan yang masih merasa hak-hak mereka tidak dilindungi sepenuhnya. Banyak korban yang mengalami kesulitan dalam mengakses layanan rehabilitasi yang memadai, dan proses hukum yang panjang serta rumit sering kali menambah beban psikologis mereka. Selain itu, stigma sosial yang melekat pada korban kekerasan seksual sering kali membuat mereka enggan untuk melapor atau mencari bantuan, sehingga hak-hak mereka untuk mendapatkan perlindungan dan pemulihan sering kali terabaikan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada regulasi yang mendukung, penerapan perlindungan hak anak perempuan korban kekerasan seksual masih jauh dari harapan, dan banyak yang merasa terpinggirkan dalam proses pemulihan mereka.Meskipun terdapat regulasi yang mendukung perlindungan hak anak perempuan, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai hambatan yang signifikan. Stigma sosial yang kuat terhadap korban kekerasan seksual sering kali menghalangi mereka untuk melapor dan mencari bantuan. Banyak anak perempuan yang merasa takut akan penilaian negatif dari masyarakat, yang membuat mereka merasa terasing dan tidak berdaya. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat tentang hak-hak anak dan cara melindungi mereka juga menjadi faktor penghambat. Keterbatasan sumber daya dalam memberikan layanan rehabilitasi yang memadai, baik dari segi finansial maupun tenaga ahli, juga menjadi tantangan yang harus dihadapi serta hak anak dalam mendapatkan restitusi tentunya ini harus menjadikan agar pemerintah serta aparat penegak hukum dan juga lembaga harus ikut andil dan berkolaborasi agar terciptanya perlindungan hak terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual.Untuk mengatasi hambatan ini, diperlukan upaya kolaboratif antara berbagai lembaga, seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) dan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan Anak (UPT PPA), serta Perlindungan Perempuan Anak atau PPA Polresta serta DPRD Kota Pekanbaru khsusnya Komisi III DRPD ikut serta partisipasi aktif dalam masyarakat meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan hak anak. Upaya tersebut meliputi penyuluhan, pelatihan, dan penyediaan sumber daya yang memadai untuk mendukung perlidungan hak kobran. Selain itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung anak perempuan, sehingga mereka merasa dihargai dan didengarkan. Dengan langkah-langkah yang terintegrasi dan komprehensif, perlindungan hak anak perempuan korban kekerasan yang diharapkan dapat ditingkatkan. Namun, saat ini, banyak korban yang masih merasa hak-hak mereka tidak sepenuhnya terlindungi, dan mereka bisa mendapatkan keadilan serta pemulihan yang layak. Oleh karena itu, perlu adanya komitmen yang lebih kuat dari semua pihak untuk memastikan bahwa perlindungan hak anak perempuan tidak hanya menjadi wacana, tetapi juga dapat dirasakan secara nyata oleh para korban.
Keywords
References
Puspita, R., Kekerasan Seksual terhadap Anak: Perspektif Psikologi dan Hukum, (Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.2021).
Laurensius Arliman S."Reformasi Penegakan Hukum Kekerasan Seksual terhadap Anak sebagai Bentuk Perlindungan Anak Berkelanjutan," yang dipublikasikan dalam Jurnal Volume 19, Nomor 2 pada Agustus 2017,
Patrisius Boli Tobi, Anya Angel, Santi Marlina, dan Suryadi "Dampak Pelecehan Seksual Terhadap Perkembangan Jati Diri Anak: Studi Kasus Tanjungpinang" (Vol. 1, No. 4, Juli 2024, )
Yin, Robert K. Case Study Research and Applications: Design and Methods. Thousand Oaks: (SAGE Publications. 2018)
Suteki, S. Pertanggungjawaban Hukum: Konsep dan Implementasi. (Jakarta: Sinar Grafika 2014)..
Andhika, A. 2019. Hukum Pidana Tentang Kekerasan Seksual: Tinjauan Atas PutusanPutusan Mahkamah Agung (Jakarta: Prenada Media Group).
Dian Ratna Putri , “Tantangan dalam Perlindungan Anak Korban Kekerasan Seksual: Isu Kebijakan dan Implementasi”,Penerbit Universitas Indonesia, 2021),
Nurisman, E. Risalah Tantangan Penegakan Hukum Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 4(2), (2022)
Fajar Pratama , “Hambatan dalam Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Indonesia: Perspektif Perlindungan Anak”, (Jakarta, Penerbit Kompas, 2023).
Article Metrics
Abstract View

DOI: 10.57235/sakola.v2i1.5167
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2025 Darma Putri, Sudi Fahmi, Ardiansah Ardiansah

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.